Sunday, January 15, 2017

Makalah PAI semester Satu format Doc.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Islam merupakan agama yang paling sempurna, islam bukan agama ateis ataupun liberalisme tetapi islam agama yang demokratis dan spektifikatis,dimana dalam islam semua kajian-kajian kehidupan di ajarkan mulai hal yang kecil sampai persoalan-persoalan yang sering terjadi di kalangan masyarakat.
Islam dalam semua prinsipnya bukan hanya berupa jalan hidup semata, melainkan juga merupakan cara hidup yang khas secara spritual, material, individual, dan sosial. Islam sangat memandang dan menghargai rakyat kecil yang hidup dengan kekurangan, salah satu cara islam memberikan rasa solidaritasnya ialah dengan adanya sistem zakat, dimana harta zakat yang telah di zakati akan di bagikan kepada oarang yang berhak menerimanya dan salah satunya rakyat kecil, dan dengan zakat kita sesama umat islam agar bisa merasakan apa yang di rasakan saudara-saudara kita yang kurang mampu.
Zakat merupakan dasar, inti dan kekuatan islam. Zakat menguji keimanan muslim dan sekaligus meneguhkannya. Hal ini diungkapkan di dalam hadits yang di riwayatkan muslim, “Shalat merupakan cahaya dan sadaqah adalah buktinya”.
Karena sekarang sudah era-globalisasi semakin canggihnya  teknologi, banyak yang memandang sebelah mata mengenai zakat, padahal keutamaan-keutamaan zakat sangat penting kaitannya dengan diri kita yang akan kita bahas nanti.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian zakat ?
2.      Apa kegunaan zakat ?
3.      Apa manfaat zakat ?
4.      Siapa yang berhak menerima zakat?
C.    Tujuan Pembelajaran
1.      Dapat mengetahui apa arti zakat.
2.      Dapat  mengetahui  keuntungan atau manfaat dari zakat.
3.      Dapat mengetahui orang yang berhak menerima zakat.



BAB II
PENDAHULUAN

A.     Definisi Zakat
Dalam kajian islam, salah satu fungsi zakat adalah dalam rangka merubah seorang mustahik menjadi muzakki.
Zakat merupakan posisi ketiga dalam rukun islam, Imam Al-Zarkasyi yang dikutip oleh qardhawi menerangkan pentingnya zakat, bahwa zakat ini di dasarkan pada Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 11 :
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”.(Q.S. At-Taubah 8:11)
Karena pentingnya zakat, maka Allah memberikan pujian dan jaminan kebahagiaan di surga bagi yang mau melaksanakannya dan mencela serta akan memberikan kesengsaraan di neraka bagi yang tidak mau melaksanakannya.
Selain itu Allah mewajibkan pembayaran zakat karena salah satu manfaatnya merupakan salah satu pondasi keberlangsungan agaama islam dimuka bumi.
Dari sudut pandang yang logis, pembayaran zakat akan mneghasilkan dua kebaikan utama, yaitu menjauhkan seseorang dari dosa dan menyelamatkan si pemberi dari akhlak tercela yang ditimbulkan dari cinta dan rakus harta.
B.     Pengertian Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (mazdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik.
Imam Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus.yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT.
a.       Madzhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian yang khusus  dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab kepada orang yang berhak menerimanya.
b.      Madzahab Syafi’i mendefinisikan bahwa zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.
c.       Madzhab Hambali mendefinisikan zakat sebagau hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.
Zakat oleh sebagian tokoh islam, dianggap sebagai solusi untuk mencapai keadilan bagi masyarakat, khususnya keadilan ekonomi (Hamka,1993:74), Dengan adanya zakat, kemakmuran masyarakat diharapkan akan semakin bertambah atau dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Suatu hal yang penting dalam pengelolaan zakat meliputi : Perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat, sehingga dapat sesuai dengan tujuan diwajibkannya zakat (UU No 23,Pasal 1 ayat 1).
C.     Tujuan Zakat
Tujuan Zakat, antara lain ( Departemen Agama,1982:27-28).
1.      Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.
2.      Membantu pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh para Gharimin, Ibnussabil, dan Mustahiq lainnya.
3.      Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya.
4.      Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.
5.      Membersihkan sifat dengki dan iri ( kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin .
6.      Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat
7.      Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.
8.      Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
D.     Fungsi Zakat
1.      Zakat berfungsi sebagai pensucian bagi hati dan jiwa dari kecendrungan egoisme dan kecintaan terhadap harta benda duniawi.
2.      Zakat berfungsi sebagi pensucian terhadap harta dengan cara menunaikan kewajiban yang  telah dibebankan atasnya,dan demikian untuk seterusnyaia menjadi halal.
3.      Zakat berfungsi sebagai penunai kewajiban individu yang harus di tunaikan kepada masyarakat.
E.     Jenis Dan Nisab Zakat
Pada pokoknya ada lima jenis harta yang harus dibayrkan zakatnya :
1.      Harta kekayaan ( Zakat an-nuqud), ialah emas, perak, uang, dan cek
2.      Barang- barang dagangan ( Zakat at-tijarah), ialah mengnai segala macam-macam barang dagangan.
3.      Binatang ternak ( Zakat al-an’am), ialah unta,sapi,kerbau,domba,dan kambing.
4.      Hasil pertanian (Zakat zira’ah), ialah gandum, beras, jagung dan lainnya.
5.      Hasil perkebunan atau buah-buahan.
F.      Nisab Zakat
1.      Zakat harta kekayaan (emas,perak,uang,dan cek) dan barang dagangan adalah 1/40 (2,5%) dan standar yang dipakai adalah emas dan perak. Sedang batas minimal (nisab) emas adalah 20 dinar atau 85 gr emas murni dan perak 100 dirham.
2.      Nisab sapi atau kerbau 30 ekor dizakati 1 ekor sapi atau kerbau.
Nisab kambing atau domba 40-120 ekor dizakati 1 ekor
Nisab kambing atau domba 121 dizakati 2 ekor
Nisab kambing atau domba 201-399 dizakati 3 ekor
Nisab kambing atau domba 400 atau lebih dizakati 4 ekor.
3.      Untuk pertanian tau perkebunan adalah 1/10 (10%) jika dihasilkan dengan air hujan atau sungai,tapi jika dihasilkan dari alat-alat dan pembiayaan maka zakatnya 1/20 (5%).
4.      Batas minimal nishabnya adalah 300 sha’,sedangkan 1 sha’ 2,5 Kg. Jadi nisabnya adalah 750 Kg
G.    Hikmah Zakat
Zakat sebagai lembaga islam mengandung hikmah ( makna yang mendalam) baik dari segi rohaniyah dan filosofis. Diantara hikmah-hikmah itu adalah (Ali,1988:41):
1.      Mensyukuri karunia illahi
2.      Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.
3.      Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antar sesama manusia.
4.      Manifestasi kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
5.      Mrngurangi kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial.
6.      Membina dan mengembangkan stabilitas sosial.
H.    Prinsip Zakat
Zakat sebagai poros keuangan islam yang meliputi bidanhg moral, sosial dan ekonomi mempunyai enam prinsip yaitu:
1.      Prinsip keyakinan dalam islam
2.      Prinsip keadilan
3.      Prinsip produktifitas atau sampai batas waktunya.
4.      Prinsip nalar
5.      Prinsip pemungutan
6.      Prinsip kemerdekaan
I.       Penerima Zakat
Penerima zakat telah di sebutkan dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 60:
Artinya “ Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan budak), orang-orang yang bertarung, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebgai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Alah maha mengetahui lagi maha bijaksana (QS.At-taubah, 9:60).
Dalam ayat tersebut diterangkan delapan asnaf (penerima zakat), yakni:
1.      Al-Fuqara (orang fakir)
2.      Al-Masakin (orang miskin)
3.      Al-Amil ( Panitia Zakat)
4.      Muallaf (yang perlu ditundukkan hatinya)
5.      Riqab (para budak)
6.      Gharimin (Orang yang memiliki utang)
7.      Fi Sabilillah (Orang yang berjuang di jalan Allah)
8.      Ibnu Sabil (Orang yang sedang dalam perjalanan)
J.      Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat
1.      Orang yang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan berpenghasilan
2.      Hamba sahaya
3.      Keturunan Rasulullah SAW
4.      Orang yang dalam tanggungan yang berzakat
5.      Orang yang tidak beragama islam






BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Zakat merupakan dasar, inti dan kekuatan islam. Zakat menguji keimanan muslim dan sekaligus meneguhkannya. Hal ini diungkapkan di dalam hadits yang di riwayatkan muslim, “Shalat merupakan cahaya dan sadaqah adalah buktinya”. Zakat memiliki tujuan dan manfaat yang baik bagi umat manusia.
Pelaksanaan zakat berdasarkan nash Al-Qur’an karena zakat itu sendiri memiliki sifat wajib bagi setiap orang muslim yang telah mampu atau mempunyai harta kekayaan sesuai dengan nisab atau batas melakukan zakat.
Secara garis besar prinsip zakat sangat berkaitan erat dengankehidupan manusia meliputi  Prinsip keyakinan dalam islam, Prinsip keadilan, Prinsip produktifitas atau sampai batas waktunya, Prinsip nalar, Prinsip pemungutan, Prinsip kemerdekaan.
Dalam Islam penerima zakat telah diatur dalam nash Al-Qur’an yang meliputi Al-Fuqara (orang fakir), Al-Masakin (orang miskin), Al-Amil ( Panitia Zakat), Muallaf (yang perlu ditundukkan hatinya), Riqab (para budak), Gharimin (Orang yang memiliki utang), Fi Sabilillah (Orang yang berjuang di jalan Allah), Ibnu Sabil (Orang yang sedang dalam perjalanan) .
B.     Saran
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim yang telah mampu untuk melakukan zakat. Diharapkan setelah mempelajari makalah ini pembaca mampu memahami tentang betapa pentingnya zakat bagi kehidupan beragama dan mamu melaksanakan zakat sesuai dengan nash Al-Qur’an.





















DAFTAT PUSTAKA

Pambudi, Aji Hidayat, Pendidikan Agama Islam, Kebumen; 2016
Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung;Sinar Baru Algesindo, 2013



ZAKAT PROFESI (FIQH)

A.    Pengertian Profesi dan Zakat Profesi
Profesi atau profession, dalam terminologi Arab dikenal dengan istilah al-mihn. Kalimat ini merupakan bentuk jama’dari al-mihnah yang berarti pekerjaan atau pelayanan. Profesi secara istilah berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan kepintaran. Yusuf al-Qardhawi lebih jelas mengemukakan bahwa profesi adalah pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik pekerjaan atau usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, maupun dengan bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah, perusahaan swasta, maupun dengan perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau honorium. Penghasilan yang diperoleh dari kerja sendiri itu, merupakan penghasilan proesional murni, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, deseiner, advokat, seniman, penjahit, tenaga pengajar (guru, dosen, dan guru besar), konsultan, dan sejenisnya. Adapun hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan pihak lain adalah jenis-jenis pekerjaan seperti pegawai, buruh, dan sejenisnya. Hasil kerja ini meliputi upah dan gaji atau penghasilan-penghasilan tetap lainnya yang mempunyai nisab.
Adapun zakat profesi adalah zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk bisa berzakat). Contohnya adalah profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, seniman, dan lain-lain.
B.     Hukum Zakat Profesi
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, profesi merupakan bentuk usaha-usaha yang relatif baru yang tidak dikenal pada masa pensyari^atan dan penetapan hukum Islam. Karena itu, sangat wajar bila kita tidak menjumpai ketentuan hukumnya secara jelas (tersurat) baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah.
Menurut Ilmu Ushul Fiqh (metodologi hukum Islam), untuk menyelesaikan kasus-kasus yang tidak diatur oleh nash (al-Quran dan al-Sunnah) secara jelas ini, dapat diselesaikan dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada al-Quran dan sunnah itu sendiri. Pengembalian kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi).
Khusus mengenai zakat profesi ini dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan Perluasan cakupan makna lafaz yang terdapat dalam Firman Allah, Q.S. 2; 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (apa saja yang kamu usahakan) dalam ayat di atas pada dasarnya bersifat umum, namun ulama kemudian membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis usaha atau harta yang wajib dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas dan perak, hasil pertanian dan peternakan. Pengkhususan terhadap beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu saja membatasi cakupan lafaz umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai selain yang disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz umum tersebut mestilah dikembalikan kepada keumumannya sehingga cakupannya meluas meliputi segala usaha yang halal yang menghasilkan uang atau kekayaan bagi setiap muslim. Dengan demikian zakat profesi dapat ditetapkan hukumnya wajib berdasarkan keumuman ayat di atas.
Dasar hukum kedua mengenai zakat profesi ini adalah qias atau menyamakan zakat proesi dengan zakat-zakat yang lain seperti zakat hasil pertanian dan zakat emas dan perak. Allah telah mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai nishab 5 wasaq (750 kg beras) sejumlah 5 atau 10 %. Logikanya bila untuk hasil pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan zakatnya.
Di samping qias kepada pertanian, secara khusus juga dapat dikiaskan terhadap sewaan. Yusuf al-Qardhawi mengemukakan bahwa ulama kontemporer, seperti A. Rahman Hasan, Abu Zahrah, abdul Wahab Khalaf, menemukan adanya persamaan dari zakat profesi dengan zakat penyewaan yang dibicarakan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ahmad diketahui berpendapat tentang seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan sewa yang cukup banyak. Orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerima sewa tersebut. Menurut Qardawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.
Dasar hukum yang lain adalah dengan melihat kepada tujuan disyari’atkanya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta, serta menolong para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.
Minimal dengan tiga alasan di atas, penulis cenderung untuk mengatakan bahwa zakat profesi sama hukumnya dengan zakat-zakat bidang usaha lain, seperti perdagangan, emas dan perak, tanaman, dan binatang ternak, yaitu wajib.
C.    Nisab Zakat Profesi dan Cara Perhitungannya.
Nisab merupakan batas minimal atau jumlah minimal harta yang dikenai kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini tergolong baru, nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab zakat-zakat yang lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya.
Ada dua kemungkinan yang dapat dikemukakan untuk ukuran nishab zakat profesi ini.
1.      Disamakan dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan mengkiaskannya kepada emas dan perak sebagai standar nilai uang yang wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20 dinar atau 93,6 gram emas. Berdasarkan Hadis Riwayat Daud:
( Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki)hingga mencapai jumlah 20 dinar)
2.      Disamakan dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750 kg beras). Zakatnya dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut sejumlah 5 atau 10 %, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Karena profesi itu sendiri bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya, penulis cenderung untuk tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut :
Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras (5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi, sarana kominikasi seperti telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah hujan). Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200, sedangkan nisab (batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 120.000.-. Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat Muhammad Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka gologan profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya. Seperti ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri kerajaan Arab Saudi, bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat perdagangan, dikiaskan nisab zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan buah-buahan dengan kadar zakat ssebesar 5%.
Tawaran seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin Rais, dalam bukunya Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Menurutnya profesi yang mendatangkan rizki dengan gampang dan cukup melimpah, setidaknya jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata penduduk, sebaiknya zakatnya ditingkatkan menjadi 10 persen (?usyur) atau 20 persen (khumus). Lebih jauh Amin mempersoalkan masih layakkah, profesi-profesi moderen seperti dokter spesialis, komisaris perusahaan, bankir, konsultan, analis, broker, pemborong berbagai konstruksi, eksportir, inportir, notaris, artis, dan berbagai penjual jasa serta macam-macam profesi kantoran (white collar)lainnya, hanya mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen, dan lebih kecil dari petani kecil yang zakat penghasilannya berkisar sekitar 5 sampai 10 persen. Padahal kerja tani jelas merupakan pekerjaan yang setidak-tidaknya secara fisik. Cukupkah atau sesuaikan dengan spirit keadilan Islam jika zakat terhadap berbagai profesi moderen yang bersifat making-money tetap 2,5 persen? Layakkah presentasi sekecil itu dikenakan terhadap profesi-profesi yang pada zaman Nabi memang belum ada.
Pendapat Amin Rais di atas sebenarnya cukup logis dan cukup argumentatif, namun membandingkan profesi dengan rikaz (barang temuan) agaknya kurang tepat. Rikaz diperoleh dengan tanpa usaha sama sekali, sementara profesi membutuhkan usaha dan keahlian serta biaya yang kadang-kadang cukup tinggi. Karena itu penulis cenderung untuk menyamakanya dengan zakat pertanian yang memakai biaya irigasi, yakni 5 persen.
Kedua, Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nishab pertanian sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak yakni 93,6 gram ( sekitar Rp. 8.424.000 , jika diperkirakan harga pergram emas sekarang 90.000,) maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000, dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan dan keluarganya.
Misalnya seorang dosen golongan III/c dengan masa kerja 6 tahun yang keluarganya terdiri dariseorang isteri dan tiga orang anak,
a.       menerima gaji Rp. 1.500.000,-
b.      honorium dari beberapa PTS, Rp. 500.000,- Jumlah Rp. 2.000.000,-
dengan pengeluaran:
-     Keperluan hidup pokok Rp. 500.000,-
-          Angsuran kredit perumahan Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 1.000.000.-
-          Jadi, penerimaan : Rp. 2.000.000,-
Pengeluaran : Rp. 1.000.000,-
Sisa : Rp. 1.000.000-setiap bulan;
setahun = Rp. 1000.000, x 12 = 12.000.000,-,
maka perhitungan zakatnya 2,5% x 12.000.000, = 480.000,-
Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya Rp.480.000 pertahun.
Agar pembayaran zakat ini tidak memberatkan kepada muzakki (si wajib zakat), baik dari segi penghitungannya, maupun dari beban yang harus dikeluarkan pertahun sebagai zakat, hemat penulis lebih baik dibayarkan setiap bulan, ketika menerima gaji. Jadi si muzakki ini dapat mengeluarkan zakatnya Rp. 480.000 : 12 = Rp. 40.000 perbulan.



SIMPULAN
1.      Bahwa zakat profesi itu hukumnya wajib, sama dengan zakat usaha dan penghasilan lainnya seperti pertanian, peternakan dan perdagangan.
2.      Batas nisab harta kekayaan yang diperoleh dari usaha profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil tanaman yaitu 5 wasaq (sekitar 750 kg beras), dengan kewajiban zakat 5 % atau 10 %, dan dibayarkan ketika mendapatkan perolehan imbalan atau upah dari profesi tersebut.
3.      Bagi profesi-profesi yang tidak tergolong Å“white collar seperti yang diistilahkan Amin Rais, yang penghasilannya tidak begitu besar, seperti dokter di rumah sakit, guru atau dosen yang hanya menerima gaji tetap dari instansi pemerintah tempat bekerjanya, disamakan nisabnya dengan nisab emas dan perak, yakni 93,6 gram, dengan kewajiban zakat 2,5 persen, yang dikeluarkan setiap satu tahun, dan setelah dikeluarkan biaya kebutuhan pokok.




DAFTAR PUSTAKA

Syauqi Ismail Syahhatih, Al-Thathbiq al-Ma^ashir li al-Zakat, Penerapan Zakat di Dunia
Moderen,terjemahan : Ansari Umar Sitanggal, Jakarta : Pustaka Media dan Antar Kota, 1987.
Ahmad Warson Al-Munawwir, Al-Munawwir Ibrahim Mustafa dkk, Mu^jam al
Wasit, Tehran : Al-Maktabah al-Ilmiyah,
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah, Juz I , Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994
Didin Hafiduddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah, Jakarta : Gema Insani
Press, 2001




untuk format doc.nya bisa didownload disini