BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
masalah
Islam merupakan agama yang paling sempurna, islam bukan agama ateis
ataupun liberalisme tetapi islam
agama yang demokratis dan spektifikatis,dimana dalam islam semua
kajian-kajian kehidupan di ajarkan mulai hal yang kecil sampai
persoalan-persoalan yang sering terjadi di kalangan masyarakat.
Islam dalam semua prinsipnya bukan hanya berupa jalan hidup semata,
melainkan juga merupakan cara hidup yang khas secara spritual, material, individual,
dan sosial. Islam sangat memandang dan menghargai rakyat kecil yang hidup
dengan kekurangan, salah satu cara islam memberikan rasa solidaritasnya ialah
dengan adanya sistem zakat, dimana harta zakat yang telah di zakati akan di
bagikan kepada oarang yang berhak menerimanya dan salah satunya rakyat kecil, dan
dengan zakat kita sesama umat islam agar bisa merasakan apa yang di rasakan
saudara-saudara kita yang kurang mampu.
Zakat merupakan dasar, inti dan kekuatan islam. Zakat menguji
keimanan muslim dan sekaligus meneguhkannya. Hal ini diungkapkan di dalam
hadits yang di riwayatkan muslim, “Shalat merupakan cahaya dan sadaqah adalah
buktinya”.
Karena sekarang sudah era-globalisasi semakin canggihnya teknologi, banyak yang memandang sebelah mata
mengenai zakat, padahal keutamaan-keutamaan zakat sangat penting kaitannya
dengan diri kita yang akan kita bahas nanti.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian zakat
?
2.
Apa kegunaan
zakat ?
3.
Apa manfaat
zakat ?
4.
Siapa yang
berhak menerima zakat?
C.
Tujuan
Pembelajaran
1.
Dapat mengetahui
apa arti zakat.
2.
Dapat mengetahui
keuntungan atau manfaat dari zakat.
3.
Dapat
mengetahui orang yang berhak menerima zakat.
BAB
II
PENDAHULUAN
A.
Definisi Zakat
Dalam
kajian islam, salah satu fungsi zakat adalah dalam rangka merubah seorang
mustahik menjadi muzakki.
Zakat
merupakan posisi ketiga dalam rukun islam, Imam Al-Zarkasyi yang dikutip oleh
qardhawi menerangkan pentingnya zakat, bahwa zakat ini di dasarkan pada
Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 11 :
“Jika mereka
bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudara seagama. Dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui”.(Q.S. At-Taubah 8:11)
Karena
pentingnya zakat, maka Allah memberikan pujian dan jaminan kebahagiaan di surga
bagi yang mau melaksanakannya dan mencela serta akan memberikan kesengsaraan di
neraka bagi yang tidak mau melaksanakannya.
Selain itu Allah
mewajibkan pembayaran zakat karena salah satu manfaatnya merupakan salah satu
pondasi keberlangsungan agaama islam dimuka bumi.
Dari sudut
pandang yang logis, pembayaran zakat akan mneghasilkan dua kebaikan utama, yaitu
menjauhkan seseorang dari dosa dan menyelamatkan si pemberi dari akhlak tercela
yang ditimbulkan dari cinta dan rakus harta.
B.
Pengertian
Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata
zakat merupakan kata dasar (mazdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih,
dan baik.
Imam Hanafi mendefinisikan zakat
dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai
milik orang yang khusus.yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT.
a.
Madzhab Maliki mendefinisikan
zakat dengan mengeluarkan sebagian yang khusus
dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab kepada orang yang
berhak menerimanya.
b.
Madzahab Syafi’i
mendefinisikan bahwa zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta atau
tubuh sesuai dengan cara khusus.
c.
Madzhab Hambali
mendefinisikan zakat sebagau hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus
untuk kelompok yang khusus pula.
Zakat oleh sebagian tokoh islam, dianggap
sebagai solusi untuk mencapai keadilan bagi masyarakat, khususnya keadilan
ekonomi (Hamka,1993:74), Dengan adanya zakat, kemakmuran masyarakat diharapkan
akan semakin bertambah atau dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Suatu hal yang
penting dalam pengelolaan zakat meliputi : Perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat, sehingga dapat sesuai dengan tujuan diwajibkannya zakat
(UU No 23,Pasal 1 ayat 1).
C.
Tujuan Zakat
Tujuan Zakat,
antara lain ( Departemen Agama,1982:27-28).
1.
Mengangkat
derajat fakir-miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta
penderitaan.
2.
Membantu
pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh para Gharimin, Ibnussabil, dan Mustahiq
lainnya.
3.
Membentangkan
dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada umumnya.
4.
Menghilangkan
sifat kikir pemilik harta.
5.
Membersihkan
sifat dengki dan iri ( kecemburuan sosial) dari hati orang-orang miskin .
6.
Menjembatani
jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat
7.
Mengembangkan
rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang
mempunyai harta.
8.
Mendidik
manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain
yang ada padanya.
D.
Fungsi Zakat
1.
Zakat berfungsi
sebagai pensucian bagi hati dan jiwa dari kecendrungan egoisme dan kecintaan
terhadap harta benda duniawi.
2.
Zakat berfungsi
sebagi pensucian terhadap harta dengan cara menunaikan kewajiban yang telah dibebankan atasnya,dan demikian untuk
seterusnyaia menjadi halal.
3.
Zakat berfungsi
sebagai penunai kewajiban individu yang harus di tunaikan kepada masyarakat.
E.
Jenis Dan Nisab
Zakat
Pada pokoknya
ada lima jenis harta yang harus dibayrkan zakatnya :
1.
Harta kekayaan
( Zakat an-nuqud), ialah emas, perak, uang, dan cek
2.
Barang- barang
dagangan ( Zakat at-tijarah), ialah mengnai segala macam-macam barang dagangan.
3.
Binatang ternak
( Zakat al-an’am), ialah unta,sapi,kerbau,domba,dan kambing.
4.
Hasil pertanian
(Zakat zira’ah), ialah gandum, beras, jagung dan lainnya.
5.
Hasil
perkebunan atau buah-buahan.
F.
Nisab Zakat
1.
Zakat harta
kekayaan (emas,perak,uang,dan cek) dan barang dagangan adalah 1/40 (2,5%) dan
standar yang dipakai adalah emas dan perak. Sedang batas minimal (nisab) emas
adalah 20 dinar atau 85 gr emas murni dan perak 100 dirham.
2.
Nisab sapi atau
kerbau 30 ekor dizakati 1 ekor sapi atau kerbau.
Nisab kambing atau domba 40-120 ekor dizakati 1 ekor
Nisab kambing atau domba 121 dizakati 2 ekor
Nisab kambing atau domba 201-399 dizakati 3 ekor
Nisab kambing atau domba 400 atau lebih dizakati 4 ekor.
3.
Untuk pertanian
tau perkebunan adalah 1/10 (10%) jika dihasilkan dengan air hujan atau
sungai,tapi jika dihasilkan dari alat-alat dan pembiayaan maka zakatnya 1/20
(5%).
4.
Batas minimal
nishabnya adalah 300 sha’,sedangkan 1 sha’ 2,5 Kg. Jadi nisabnya adalah 750 Kg
G.
Hikmah Zakat
Zakat sebagai
lembaga islam mengandung hikmah ( makna yang mendalam) baik dari segi rohaniyah
dan filosofis. Diantara hikmah-hikmah itu adalah (Ali,1988:41):
1.
Mensyukuri
karunia illahi
2.
Melindungi
masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.
3.
Mewujudkan rasa
solidaritas dan kasih sayang antar sesama manusia.
4.
Manifestasi
kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.
5.
Mrngurangi
kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosial.
6.
Membina dan
mengembangkan stabilitas sosial.
H.
Prinsip Zakat
Zakat sebagai
poros keuangan islam yang meliputi bidanhg moral, sosial dan ekonomi mempunyai
enam prinsip yaitu:
1.
Prinsip
keyakinan dalam islam
2.
Prinsip
keadilan
3.
Prinsip
produktifitas atau sampai batas waktunya.
4.
Prinsip nalar
5.
Prinsip pemungutan
6.
Prinsip
kemerdekaan
I.
Penerima Zakat
Penerima zakat
telah di sebutkan dalam Al-Qur’an surat At-taubah ayat 60:
Artinya “
Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir,orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan budak), orang-orang
yang bertarung, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebgai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Alah maha mengetahui lagi
maha bijaksana (QS.At-taubah, 9:60).
Dalam ayat
tersebut diterangkan delapan asnaf (penerima zakat), yakni:
1.
Al-Fuqara
(orang fakir)
2.
Al-Masakin
(orang miskin)
3.
Al-Amil (
Panitia Zakat)
4.
Muallaf (yang
perlu ditundukkan hatinya)
5.
Riqab (para
budak)
6.
Gharimin (Orang
yang memiliki utang)
7.
Fi Sabilillah
(Orang yang berjuang di jalan Allah)
8.
Ibnu Sabil
(Orang yang sedang dalam perjalanan)
J.
Orang yang
Tidak Berhak Menerima Zakat
1.
Orang yang kaya
dengan harta atau kaya dengan usaha dan berpenghasilan
2.
Hamba sahaya
3.
Keturunan
Rasulullah SAW
4.
Orang yang
dalam tanggungan yang berzakat
5.
Orang yang
tidak beragama islam
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Zakat merupakan dasar, inti dan
kekuatan islam. Zakat menguji keimanan muslim dan sekaligus meneguhkannya. Hal
ini diungkapkan di dalam hadits yang di riwayatkan muslim, “Shalat merupakan
cahaya dan sadaqah adalah buktinya”. Zakat memiliki tujuan dan manfaat yang
baik bagi umat manusia.
Pelaksanaan zakat berdasarkan nash Al-Qur’an karena zakat itu
sendiri memiliki sifat wajib bagi setiap orang muslim yang telah mampu atau mempunyai
harta kekayaan sesuai dengan nisab atau batas melakukan zakat.
Secara garis besar prinsip zakat
sangat berkaitan erat dengankehidupan manusia meliputi Prinsip keyakinan dalam islam, Prinsip
keadilan, Prinsip produktifitas atau sampai batas waktunya, Prinsip nalar, Prinsip
pemungutan, Prinsip kemerdekaan.
Dalam
Islam penerima zakat telah diatur dalam nash Al-Qur’an yang meliputi Al-Fuqara (orang fakir), Al-Masakin (orang miskin), Al-Amil ( Panitia Zakat), Muallaf (yang perlu ditundukkan
hatinya), Riqab (para budak), Gharimin (Orang yang memiliki utang), Fi Sabilillah (Orang yang berjuang di
jalan Allah), Ibnu Sabil (Orang yang
sedang dalam perjalanan) .
B.
Saran
Zakat
merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim yang telah mampu untuk melakukan
zakat. Diharapkan setelah mempelajari makalah ini pembaca mampu memahami
tentang betapa pentingnya zakat bagi kehidupan beragama dan mamu melaksanakan
zakat sesuai dengan nash Al-Qur’an.
DAFTAT PUSTAKA
Pambudi, Aji
Hidayat, Pendidikan Agama Islam, Kebumen; 2016
Rasjid,
Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung;Sinar Baru Algesindo, 2013
ZAKAT
PROFESI (FIQH)
A. Pengertian Profesi dan Zakat Profesi
Profesi atau profession, dalam
terminologi Arab dikenal dengan istilah al-mihn. Kalimat ini merupakan bentuk
jama’dari al-mihnah yang berarti pekerjaan atau pelayanan. Profesi secara
istilah berarti suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian, dan
kepintaran. Yusuf al-Qardhawi lebih jelas mengemukakan bahwa profesi adalah
pekerjaan atau usaha yang menghasilkan uang atau kekayaan baik pekerjaan atau
usaha itu dilakukan sendiri, tanpa bergantung kepada orang lain, maupun dengan
bergantung kepada orang lain, seperti pemerintah, perusahaan swasta, maupun
dengan perorangan dengan memperoleh upah, gaji, atau honorium. Penghasilan yang
diperoleh dari kerja sendiri itu, merupakan penghasilan proesional murni,
seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, deseiner, advokat, seniman,
penjahit, tenaga pengajar (guru, dosen, dan guru besar), konsultan, dan sejenisnya.
Adapun hasil yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan dengan pihak lain
adalah jenis-jenis pekerjaan seperti pegawai, buruh, dan sejenisnya. Hasil
kerja ini meliputi upah dan gaji atau penghasilan-penghasilan tetap lainnya
yang mempunyai nisab.
Adapun zakat profesi adalah zakat
yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik
yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan bersama dengan orang/lembaga lain,
yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nisab (batas minimum untuk
bisa berzakat). Contohnya adalah profesi dokter, konsultan, advokat, dosen,
seniman, dan lain-lain.
B. Hukum Zakat Profesi
Seperti yang sudah disinggung
sebelumnya, profesi merupakan bentuk usaha-usaha yang relatif baru yang tidak
dikenal pada masa pensyari^atan dan penetapan hukum Islam. Karena itu, sangat
wajar bila kita tidak menjumpai ketentuan hukumnya secara jelas (tersurat) baik
dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah.
Menurut Ilmu Ushul Fiqh (metodologi
hukum Islam), untuk menyelesaikan kasus-kasus yang tidak diatur oleh nash
(al-Quran dan al-Sunnah) secara jelas ini, dapat diselesaikan dengan jalan
mengembalikan persoalan tersebut kepada al-Quran dan sunnah itu sendiri.
Pengembalian kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
dengan perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias (analogi).
Khusus mengenai zakat profesi ini
dapat ditetapkan hukumnya berdasarkan Perluasan cakupan makna lafaz yang
terdapat dalam Firman Allah, Q.S. 2; 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang telah Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (apa saja yang kamu
usahakan) dalam ayat di atas pada dasarnya bersifat umum, namun ulama kemudian
membatasi pengertiannya terhadap beberapa jenis usaha atau harta yang wajib
dizakatkan, yakni harta perdagangan, emas dan perak, hasil pertanian dan
peternakan. Pengkhususan terhadap beberapa bentuk usaha dan harta ini tentu
saja membatasi cakupan lafaz umum pada ayat tersebut sehingga tidak mencapai
selain yang disebutkan tersebut. Untuk menetapkan hukum zakat profesi, lafaz
umum tersebut mestilah dikembalikan kepada keumumannya sehingga cakupannya
meluas meliputi segala usaha yang halal yang menghasilkan uang atau kekayaan
bagi setiap muslim. Dengan demikian zakat profesi dapat ditetapkan hukumnya
wajib berdasarkan keumuman ayat di atas.
Dasar hukum kedua mengenai zakat
profesi ini adalah qias atau menyamakan zakat proesi dengan zakat-zakat yang
lain seperti zakat hasil pertanian dan zakat emas dan perak. Allah telah
mewajibkan untuk mengeluarkan zakat dari hasil pertaniannya bila mencapai
nishab 5 wasaq (750 kg beras) sejumlah 5 atau 10 %. Logikanya bila untuk hasil
pertanian saja sudah wajib zakat, tentu untuk profesi-profesi tertentu yang
menghasilkan uang jauh melebihi pendapatan petani, juga wajib dikeluarkan
zakatnya.
Di samping qias kepada pertanian,
secara khusus juga dapat dikiaskan terhadap sewaan. Yusuf al-Qardhawi
mengemukakan bahwa ulama kontemporer, seperti A. Rahman Hasan, Abu Zahrah,
abdul Wahab Khalaf, menemukan adanya persamaan dari zakat profesi dengan zakat
penyewaan yang dibicarakan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Ahmad diketahui berpendapat
tentang seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan sewa yang cukup
banyak. Orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerima sewa
tersebut. Menurut Qardawi, persamaan antara keduanya adalah dari segi kekayaan
penghasilan, yaitu kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk usaha
yang menghasilkan kekayaan. Karena profesi merupakan bentuk usaha yang
menghasilkan kekayaan, sama dengan menyewakan sesuatu, wajib pula zakatnya
sebagaimana wajibnya zakat hasil sewaan tersebut.
Dasar hukum yang lain adalah dengan
melihat kepada tujuan disyari’atkanya zakat, seperti untuk membersihkan dan
mengembangkan harta, serta menolong para mustahiq (orang-orang yang berhak
menerima zakat). Juga sebagai cerminan rasa keadilan yang merupakan ciri utama
ajaran Islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.
Minimal dengan tiga alasan di atas,
penulis cenderung untuk mengatakan bahwa zakat profesi sama hukumnya dengan
zakat-zakat bidang usaha lain, seperti perdagangan, emas dan perak, tanaman,
dan binatang ternak, yaitu wajib.
C. Nisab Zakat Profesi dan Cara
Perhitungannya.
Nisab merupakan batas minimal atau
jumlah minimal harta yang dikenai kewajiban zakat. Karena zakat profesi ini
tergolong baru, nisabnya pun mesti dikembalikan (dikiaskan) kepada nishab
zakat-zakat yang lain, yang sudah ada ketentuan hukumnya.
Ada dua kemungkinan yang dapat
dikemukakan untuk ukuran nishab zakat profesi ini.
1.
Disamakan
dengan nishab zakat emas dan perak, yaitu dengan mengkiaskannya kepada emas dan
perak sebagai standar nilai uang yang wajib dikeluarkan zakatnya, yakni 20
dinar atau 93,6 gram emas. Berdasarkan Hadis Riwayat Daud:
( Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki)hingga mencapai jumlah 20 dinar)
( Tidak ada suatu kewajiban bagimu-dari emas (yang engkau miliki)hingga mencapai jumlah 20 dinar)
2.
Disamakan
dengan zakat hasil pertanian yaitu 5 wasq ( sekitar 750 kg beras). Zakatnya
dikeluarkan pada saat diterimanya penghasilan dari profesi tersebut sejumlah 5
atau 10 %, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
Karena profesi itu sendiri
bermacam-macam bentuk, jenis dan perolehan uangnya, penulis cenderung untuk
tetap memakai kedua macam standar nisab zakat tersebut dalam menentukan nishab
zakat profesi, dengan perimbangan sebagai berikut :
Pertama, Untuk jenis-jenis profesi berupa
bayaran atas keahlian, seperti dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor,
arsitek, dan profesi-profesi yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat
tinggi negara, guru besar, dan yang sejajar dengannya, nishab zakatnya
disamakan dengan zakat hasil pertanian, yakni senilai kurang lebih 750 kg beras
(5 wasaq). Meskipun kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai
modal, namun ia sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja,
transportasi, sarana kominikasi seperti telephon, rekening listrik, dan
lain-lain, zakatnya dikiaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian yang
memakai modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini
sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan tadah
hujan). Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 3200, sedangkan nisab
(batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 750 kg, maka untuk penghasilan yang
mencapai Rp. 3.200 x 750 = Rp. 2.400.000., wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak
5% nya yakni Rp. 120.000.-. Pendapat semacam ini sesuai dengan pendapat
Muhammad Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf Qardawi, bahwa dasar dan
ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya, dapat disamakan dengan zakat
pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali, siapa yang memiliki pendapatan
tidak kurang dari pendapatan seorang petani, terkena kewajiban zakat. Maka
gologan profesionalis wajib mengeluarkan zakatnya sebesar zakat petani
tersebut, tanpa mempertimbangkan keadaan modal dan persyaratan lainnya. Seperti
ini pula yang ditetapkan oleh Kamar Dagang dan Industri kerajaan Arab Saudi,
bahwa penghasilan profesi yang bukan bersifat perdagangan, dikiaskan nisab
zakatnya kepada zakat hasil tanam-tanaman dan buah-buahan dengan kadar zakat
ssebesar 5%.
Tawaran
seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin Rais, dalam bukunya
Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta. Menurutnya profesi yang mendatangkan
rizki dengan gampang dan cukup melimpah, setidaknya jika dibandingkan dengan
penghasilan rata-rata penduduk, sebaiknya zakatnya ditingkatkan menjadi 10
persen (?usyur) atau 20 persen (khumus). Lebih jauh Amin mempersoalkan masih
layakkah, profesi-profesi moderen seperti dokter spesialis, komisaris
perusahaan, bankir, konsultan, analis, broker, pemborong berbagai konstruksi,
eksportir, inportir, notaris, artis, dan berbagai penjual jasa serta
macam-macam profesi kantoran (white collar)lainnya, hanya mengeluarkan zakat
sebesar 2,5 persen, dan lebih kecil dari petani kecil yang zakat penghasilannya
berkisar sekitar 5 sampai 10 persen. Padahal kerja tani jelas merupakan
pekerjaan yang setidak-tidaknya secara fisik. Cukupkah atau sesuaikan dengan
spirit keadilan Islam jika zakat terhadap berbagai profesi moderen yang
bersifat making-money tetap 2,5 persen? Layakkah presentasi sekecil itu
dikenakan terhadap profesi-profesi yang pada zaman Nabi memang belum ada.
Pendapat
Amin Rais di atas sebenarnya cukup logis dan cukup argumentatif, namun
membandingkan profesi dengan rikaz (barang temuan) agaknya kurang tepat. Rikaz
diperoleh dengan tanpa usaha sama sekali, sementara profesi membutuhkan usaha
dan keahlian serta biaya yang kadang-kadang cukup tinggi. Karena itu penulis
cenderung untuk menyamakanya dengan zakat pertanian yang memakai biaya irigasi,
yakni 5 persen.
Kedua, Bagi kalangan profesional yang
bekerja untuk pemerintah misalnya, atau badan-badan swasta yang gajinya tidak
mencapai nishab pertanian sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru
misalnya, atau dokter yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang
bekerja untuk suatu perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas
dan perak yakni 93,6 gram ( sekitar Rp. 8.424.000 , jika diperkirakan harga
pergram emas sekarang 90.000,) maka nilai nishab emas adalah Rp. Rp. 8.424.000,
dengan kadar zakat 2,5 %. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab,
dikeluarkan zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang
bersangkutan dan keluarganya.
Misalnya seorang dosen golongan
III/c dengan masa kerja 6 tahun yang keluarganya terdiri dariseorang isteri dan
tiga orang anak,
a.
menerima
gaji Rp. 1.500.000,-
b.
honorium
dari beberapa PTS, Rp. 500.000,- Jumlah Rp. 2.000.000,-
dengan
pengeluaran:
- Keperluan hidup pokok Rp. 500.000,-
- Keperluan hidup pokok Rp. 500.000,-
-
Angsuran
kredit perumahan Rp. 500.000,-
Jumlah Rp. 1.000.000.-
Jumlah Rp. 1.000.000.-
-
Jadi,
penerimaan : Rp. 2.000.000,-
Pengeluaran : Rp. 1.000.000,-
Sisa : Rp. 1.000.000-setiap bulan;
setahun = Rp. 1000.000, x 12 = 12.000.000,-,
maka perhitungan zakatnya 2,5% x 12.000.000, = 480.000,-
Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya Rp.480.000 pertahun.
Pengeluaran : Rp. 1.000.000,-
Sisa : Rp. 1.000.000-setiap bulan;
setahun = Rp. 1000.000, x 12 = 12.000.000,-,
maka perhitungan zakatnya 2,5% x 12.000.000, = 480.000,-
Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya Rp.480.000 pertahun.
Agar pembayaran zakat ini tidak
memberatkan kepada muzakki (si wajib zakat), baik dari segi penghitungannya, maupun
dari beban yang harus dikeluarkan pertahun sebagai zakat, hemat penulis lebih
baik dibayarkan setiap bulan, ketika menerima gaji. Jadi si muzakki ini dapat
mengeluarkan zakatnya Rp. 480.000 : 12 = Rp. 40.000 perbulan.
SIMPULAN
1. Bahwa zakat profesi itu hukumnya
wajib, sama dengan zakat usaha dan penghasilan lainnya seperti pertanian,
peternakan dan perdagangan.
2. Batas nisab harta kekayaan yang
diperoleh dari usaha profesi dapat disamakan nisabnya dengan zakat hasil
tanaman yaitu 5 wasaq (sekitar 750 kg beras), dengan kewajiban zakat 5 % atau
10 %, dan dibayarkan ketika mendapatkan perolehan imbalan atau upah dari
profesi tersebut.
3. Bagi profesi-profesi yang tidak
tergolong Å“white collar seperti yang diistilahkan Amin Rais, yang
penghasilannya tidak begitu besar, seperti dokter di rumah sakit, guru atau
dosen yang hanya menerima gaji tetap dari instansi pemerintah tempat
bekerjanya, disamakan nisabnya dengan nisab emas dan perak, yakni 93,6 gram,
dengan kewajiban zakat 2,5 persen, yang dikeluarkan setiap satu tahun, dan
setelah dikeluarkan biaya kebutuhan pokok.
DAFTAR PUSTAKA
Syauqi Ismail Syahhatih, Al-Thathbiq
al-Ma^ashir li al-Zakat, Penerapan Zakat di Dunia
Moderen,terjemahan : Ansari Umar Sitanggal,
Jakarta : Pustaka Media dan Antar Kota, 1987.
Ahmad Warson Al-Munawwir,
Al-Munawwir Ibrahim Mustafa dkk, Mu^jam al
Wasit, Tehran : Al-Maktabah al-Ilmiyah,
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh al-Zakah,
Juz I , Beirut : Muassasah al-Risalah, 1994
Didin Hafiduddin, Panduan Praktis
Tentang Zakat, Infak, dan Sedekah, Jakarta : Gema Insani
Press,
2001
untuk format doc.nya bisa didownload disini